Kesulitan
air bersih di Kecamatan Donggo belum teratasi. Gelontoran dana miliaran tidak
memberikan manfaat. Bayangkan saja, proyek Sistem Penyedia Air Bersih (SPAM) yang
digelontorkan di Donggo mencapai angka Rp 7 miliar lebih. Sayangnya, dana
miliaran itu belum menjawab kebutuhan air bersih warga Donggo.
Dana miliaran itu belum mampu meredam kesulitan warga terhadap kebutuhan
air minum. Warga hanya menikmati tetesan air hasil proyek beberapa tahun silam.
Untuk mencukupi kebutuhan air, sebagian warga terpaksa membeli
pipa sendiri. Mereka mendistribusikan mata air dari pegunungan, yang jaraknya
mencapai puluhan kilometer. ”Sudah dua kali proyek air turun. Tapi sia-sia.
Warga tetap kesulitan mendapatkan kebutuhan air bersih,” kata salah seorang
warga Desa Doridungga, Kecamatan Donggo, Akbar ditanya penulis.
Di musim kemarau, warga susah mendapatkan air. Kalaupun ada,
mereka harus menunggu lama. Karena, debit air yang turun sangat kecil. ”Percuma
ada proyek ini. Air tetap kecil. Bak penampungnya tidak ada air,” akunya.
Proyek SPAM Kecamatan Donggo belum pernah dinikmati masyarakat.
Padahal, anggara yang digelontorkan untuk proyek tahun 2009 menelan anggaran Rp 6,5 miliar.
Proyek ini berlokasi di Desa Kala, tepatnya di mata air Ntunda
Ncora. Anggarannya Rp 6,2 miliar. Dana dari APBD tersebut dikucurkan untuk
pengadaan air bersih untuk sejumlah desa, yakni Desa Kala, O'o, Doridungga, dan
Bajo.
Berdasarkan data LPSE, anggaran pengerjaan itu senilai Rp 6.
282.759.000. Pengerjaan itu sendiri dimulai tertanggal 05 September 2009 dengan
nomor kontrak; KU 02 09/PKPAM-NTB/IX/27/2013. Waktu pengerjaan selama 90
hari.
Perusahaan yang memenang proyek yang bersumber dari APBN adalah
Jasuka Bangun Pratama. Perusahaan yang bergerak dibidang instalasi air itu
beralamat di Bandung Jalan Cipedes Tengah 138-A M. perusahaan itu dipimpin Hadi
Rachmaddin Noor.
Terakhir, proyek SPAM untuk lima Desa di Kecamatan Donggo
dikerjakan CV Ferdefi. Gelontoran anggaran untuk proyek tersebut sekitar Rp
1.336.657.000. Anggaran untuk untuk proyek itu berasal dari APBN tahun 2013.
Dugaan penyimpangan pengerjaan proyek tersebut mencuat, bahkan Kejati
NTB melakukan pengumpulan data dan keterangan. Hanya saja, penyelidikan hilang
ditengah jalan. Alasannya, tim penyelidik tidak menemukan bukti yang mengarah
pada tindak pidana korupsi.
PIPA HANYA SEBAGIAN DITANAM
Proyek Sistem Penyedia Air Minum (SPAM)
Kota Bima
dan Kabupaten Bima diduga bermasalah juga pada proses pemasangan
pipa. Sebagian pipa untuk pendistribusian air tidak ditanam.
Rekanan dituding membiarkan pipa menjalar tanpa ditimbun. Padahal,
dalam gambar atau RAB, pipa harus ditanam dengan kedalaman sesuai dengan galian
tipe c. ”Banyak yang tidak ditanam. Mereka hanya tutupi dengan ranting
kayu-kayu saja,” warga lain, Buhari.
Menurutnya, kalaupun pipa ditanam, namun kedalamannya tidak sesuai
dengan ketentuan. Dalam gambar seharusnya kedalaman sekian centimeter, tapi
dalam pelaksanaannya berbeda. ”Bukan pipa besi yang dipakai. Mereka (pemenang
tender) memakai paralon,” ujarnya.
Pantauan penulis, ada beberapa pipa yang menjalar ditengah
drainase. Pipa itu beragam ukuran. Sebagian pipa ditanam. Sementara,
sebagiannya lagi dibiarkan menjalar tanpa ditimbun.
Kondisi itu sudah berlangsung lama. Yakni, sejak proyek
dikerjakan. Menurut dia, akibat tidak ditanamnya pipa, kebocoran terjadi setiap
saat. Bahkan, tiap bulan warga dibuat sibuk menambak menggunakan ban dalam
motor. ”Pipa yang bocor diikat menggunakan ban dalam motor,” aku dia.
DEWAN MINTA PROYEK AIR DIUSUT
Proyek air bersih di Kecamatan Donggo tahun 2009 diduga mangkrak.
Padahal, anggaran yang digelontorkan mencapai miliaran rupiah. ”Kami minta
aparat penegak hukum mengusut tuntas proyek air bersih itu. Hingga saat ini
proyek itu belum bisa dimanfaatkan,” kata Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Bima,
H Mustahid H Kako.
Proyek sistem penyediaan air minum berlokasi di Desa Kala,
tepatnya di mata air Ntunda Ncora menelan anggaran Rp 6,2 miliar. Dana dari APBN
tersebut dikucurkan untuk pengadaan air bersih untuk sejumlah desa, yakni Desa
Kala, O'o, Doridungga, dan Bajo.
Menurut Mustahid, proyek tersebut sia-sia. Padahal, anggaran yang
dihabiskan cukup besar. Selain itu, lanjut dia, pengerjaan tersebut terkesan
amburadul, karena air yang berasal dari mata air Ntunda Ncora belum mengalir ke
bak-bak tiap desa. ”Anggaran miliaran tapi hasilnya nihil. Seharus pemerintah
maupun aparat bergerak untuk mengusut tuntas proyek ini,” pinta pentolan Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB) ini. Ia mengaku, proyek tersebut sudah pernah diusut polda NTB.
Selanjutnya, penanganan diminta diselidiki oleh polres Kabupaten Bima.
Hanya saja, proses penyelidikan itu belum menuai hasil. ”Pernah diusut. Tapi,
belum ada perkembangan sampai saat ini,” beber dia.
Mustahid sangat menyayangkan pengerjaan proyek tersebut. Karena,
negara telah mengeluarkan anggaran banyak, namun hasilnya tidak sesuai harapan.
”Untuk proyek ini, kami pernah sampaikan ke Kementerian PU dan direspon.
Sehingga, turunlah anggaran Rp 1,5 miliar tahun 2013,” ujar dia.
Proyek susulan ini awalnya berhasil. Sebab air sudah mengalir. Tapi,
lambat laun air yang mengalir ke tiap bak penampungan berkurang. Diduga, debit
air makin kecil akibat menggunakan pipa paralon, sehingga mudah pecah dan
terjadi kebocoran dimana-mana. Sementara, proyek sebelumnya sama sekali belum
dinkmati warga. ”Bak air masih nganggur. Pipa-pipa sudah banyak yang rusak. Yang
kerjakan proyek ini perusahaan luar daerah,” beber dia. (jelo)