KITA MENULIS - Mantan Kasat Pol PP Kabupaten Bima Edy Dermawan terlihat lemas usai mendengar pembacaan vonis di Pengadilan Tipikor Mataram, Selasa (10/4). Dia dihukum tinggi. Dipenjara selama tiga tahun.
Hakim menilai Edy melakukan perbuatan korupsi secara bersama-sama. Dia terbukti pada dakwaan subsidair di Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat 1 huruf a dan b, ayat 3, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain hukuman badan, Edy juga harus membayar denda Rp 50 juta. Bila tidak dibayar, maka diganti kurungan selama tiga bulan. ''Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun dikurangi masa tahanan dan denda Rp 50 juta,'' kata Ketua Majelis Hakim Suradi membacakan amar putusan.
Edy juga diminta untuk membayar uang pengganti. Hanya saja, dalam perkara ini, yang bersangkutan telah menyerahkan uang sebanyak Rp 100 juta. Nominal itu sesuai dengan ketetapan hakim untuk nilai kerugian negara yang ditimbulkan dari perbuatan korupsinya.
Hukuman yang diterima Edy sesuai tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima menuntut tiga tahun penjara dan denda sebanyak Rp 50 juta.
Sedikit diulas, terdakwa selaku Kasatpol PP Kabupaten Bima mengelola anggaran tahun 2014 sebanyak Rp 2,2 miliar yang bersumber dari APBD Kabupaten Bima. Terdakwa menjabat dari Mei hingga Desember 2014, menggantikan Iskandar.
Saat anggaran sebesar Rp 2,1 miliar sesuai dengan DPPA-SKPD Satpol PP Kabupaten Bima. Dalam penggunaannya terdapat penyimpangan berupa kegiatan fiktif dan markup. Antara lain, kegiatan operasi pemberantasan perladangan liar dan ilegal loging, operasi penertiban dan pembinaan terhadap pelanggaran perda, serta pencegahan penyakit sosial.
Selain itu, ada juga operasi penertiban PNS, operasi identifikasi, pemetaan daerah rawan trantibum dan pengurangan resiko bencana; pengadaan kain dinas lapangan training; dan pakaian serta baret provost.
Usai pembacaan putusan ini, terdakwa melalui penasihat hukumnya Denny Nur Indra belum mengambil langkah hukum lainnya. Dia memilih untuk menyatakan pikir-pikir. ”Kami pikir-pikir dulu yang mulia,” ujar Denny. Begitu juga dengan JPU. (*)