|
MATARAM-Polisi "memborong" tiga kasus perekrutan kategori II (K2) di ujung timur NTB. Ya, polisi mengawalinya dengan mengusut K2 Bima. Disusul K2 Dompu. Terakhir K2 Kota Bima.
Kasus K2 Bima itu diusut Polda NTB. Dalam perekrutannya diduga ada indikasi penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Dari 598 tenaga K2 yang lulus CPNS, terdapat 68 orang yang diduga tidak layak. Hanya saja, puluhan orang itu tetap dipaksakan masuk dalam daftar CPNS yang lolos melalui jalur K2.
SK pertama yang dimiliki 68 orang itu dikeluarkan di atas per 1 Januari 2005. Yakni Tahun 2006 dan 2007. Selain itu, mereka juga tidak memiliki SK tahunan dan SK pembagian tugas.
Hingga saat ini, kasus tersebut masih mengendap dengan status penyelidikan. Polisi belum menaikan ke tahap penyidikan, apalagi menetapkan tersangka.
Kabidhumas Polda NTB AKBP Tri Budi Pangastuti menegaskan, kasus tersebut masih diselidiki. Dia menampik jika pihaknya disebut sengaja mendiamkan kasus tersebut. ’’Semua kasus akan kami usut, tapi bertahap. Karena banyak kasus yang kami tangani juga,’’ tegasnya.
Sementara, kasus K2 Dompu mengalami perkembangan signifikan. Kasus yang awalnya diusut Polres Dompu (sebelum diambil alih Polda NTB) sudah memunculkan tersangka. Orang nomor satu di Dana Nggahi Rawi Pahu ditetapkan sebagai tersangka. Bupati Dompu HBY. Selain itu, polisi juga menetapkan tersangka lain, yakni oknum pejabat Pemkab Dompu AH dan pihak BKN regional X Denpasar AF.
Dari hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB diperoleh angka kerugian negara sekitar Rp 3,5 miliar. Jumlah tersebut dihitung dari biaya pelatihan dan gaji terhadap 134 honorer K2, yang sebelumnya tidak memenuhi kriteria untuk diangkat menjadi CPNS.
Nah, terakhir kasus K2 Kota Bima baru-baru ini ditingkatkan ke tahap penyelidikan. Itu setelah polisi melakukan serangkaian permintaan keterangan kepada puluhan kepala SD dan SMP di Kota Bima. Dalam kasus ini ada indikasi perekrutan yang menyimpang, sehingga merugikan keuangan negara. (ompu)
Dari hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB diperoleh angka kerugian negara sekitar Rp 3,5 miliar. Jumlah tersebut dihitung dari biaya pelatihan dan gaji terhadap 134 honorer K2, yang sebelumnya tidak memenuhi kriteria untuk diangkat menjadi CPNS.
Nah, terakhir kasus K2 Kota Bima baru-baru ini ditingkatkan ke tahap penyelidikan. Itu setelah polisi melakukan serangkaian permintaan keterangan kepada puluhan kepala SD dan SMP di Kota Bima. Dalam kasus ini ada indikasi perekrutan yang menyimpang, sehingga merugikan keuangan negara. (ompu)