MATARAM-Masyarakat makin percaya terhadap Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB
untuk memberantas korupsi. Sekelompok warga dari Kota Bima melaporkan dugaan
penyimpangan pembangunan Pasar Tradisional di Amahami, Kelurahan Dara,
Kecamatan Rasanae Barat, Kota Bima.
Mereka melaporkan proyek pasar tradisional yang bersumber dari anggaran APBN
dan APBD tahun 2013. Anggaran yang dikucurkan dari kantong APBN senilai Rp
7.135.176.000 dan APBD sebesar sebesar
Rp 900 juta. ’’Anggaran dari APBN untuk pembangunan pasar tradisional, sedangkan
APBD digunakan untuk konstruksi bangunan. Jadi ada dua paket dalam proyek
tersebut,’’ kata, Wahyudin dari Lembaga Pemantau Penyelenggara
Negara-Republik Indonesia (LPPN-RI) NTB.
Pengerjaan proyek melalui Dinas Koperasi, Perindustrian Dan Perdagangan (Diskoperindag)
Kota Bima. Dua paket proyek itu dikerjakan dalam waktu dan lokasi yang sama. ’’Patut
diduga, sejak perencanan, pengawasan, hingga pelaksanaan terindikasi melanggar
ketentuan,’’ jelasnya.
Ia mengungkapkan, paket proyek pembangunan pasar itu dikerjakan PT Praja
Astindo Perkasa dengan nilai penawaran Rp 6.920.168.000. Sedangkan, pengadaan konstrusi
Rp 900 juta dikerjakaan CV Nusantara
dengan penawaran Rp 867.098.000. ’’Dua paket proyek ini dikerjakan satu
orang, yakni Mulyono alias Baba Ngeng,’’ ungkap Wahyudin.
Menurutnya, dugaan penyimpangan lain muncul pada saat pembayaran. Pihak KPPN
Kota Bima mencairkan anggaran untuk paket pembangunan dan konstruksi sebesar Rp
5,6 miliar bulan November 2013. Anggaran tersebut diduga dicairkan tanpa melalui prosedur atau merujuk pada progres
pengerjaan. ’’Kejanggalan ini kami laporan. Apalagi, pengerjaan juga diduga
tidak sesuai konstruksi bangunan dalam gambar,’’ beber dia.
Untuk itu, dia meminta kepada kejaksaan untuk mengusut dugaan tindak
pidana korupsi pembangunan pasartersebut. Ia menambahkan, dirinya telah
menyampaikan langsung berkas laporan yang dilampiri dokumen-dokumen terkait
proyek. ’’Kami sudah sampaikan ke Kepala Kejati,’’ pungkasnya.
Sementara, Kasipenkum dan Humas Kejati NTB, I Made Sutapa mengaku telah
menerima laporannya. Kini, berkas laporan tengah ditelaah dan dikaji indikasi
tindak pidana korupsi, apakah layak ditindaklanjuti atau tidak. ’’Kami pelajari
dulu. Kalau ada indikasi, kami akan selidiki,’’ katanya singkat, kemarin.
Rekanan Ngaku Pembangunan Sudah Beres
Rekanan proyek Pasar
Tradisional di Amahami, Kota Bima, Mulyono membantah pengerjaan proyek senilai
Rp 7 miliar bermasalah. Ia bersikukuh pembangunan pasar sudah sesuai spek dan
gambar. ”Tidak ada masalah, pengerjaan sudah sesuai spek,” kata Direktur PT Praja
Astindo Perkasa, Mulyono kepada Koran ini di Mataram, Sabtu lalu (21/6).
Pria yang akrab
disapa Baba Ngeng ini menegaskan, jika memang proyek itu ada masalah seperti
kekurangan spek, pimpinan proyek maupun pengawas akan mengetahui. Namun, selama
pengerjaan tidak ada laporan dari mereka mengenai persoalan tersebut. ”Kalaupun
ada kekurangan spek, pasti pimpro dan pengawas akan menyampaikannya. Kami kan bekerja sesuai gambar,” ujar Baba
Ngeng.
Proyek pasar tradisional ini bersumber dari anggaran APBN dan APBD tahun
2013. Anggaran yang dikucurkan dari kantong APBN senilai Rp 7.135.176.000 dan APBD sebesar sebesar Rp 900 juta. Anggaran
dari APBN digunakan untuk pembangunan pasar tradisional, sedangkan APBD
digunakan untuk konstruksi bangunan.
Pengerjaan proyek tersebut melalui Dinas Koperasi, Perindustrian Dan
Perdagangan (Diskoperindag) Kota Bima. Paket proyek pembangunan pasar itu
dikerjakan PT Praja Astindo Perkasa dengan nilai penawaran Rp 6.920.168.000.
Sedangkan, pengadaan konstrusi Rp 900 juta dikerjakaan CV Nusantara dengan penawaran Rp 867.098.000.
Baba Ngen tidak
menampik anggaran yang dihabiskan hampir Rp 7 miliar. Dia mengaku pula dirinya
yang mengerjakan dua paket proyek. ”Saya semua yang kerjakan,” aku dia.
Terkait dengan pondasi,
Baba Ngeng menuding para pelapor asal bicara tanpa melihat kondisi fisiknya.
Menurutnya, sebelum mengerjakan pondasi, pihaknya membuat konstruksi terlebih
dahulu. Kemudian, melaporkan kepada pemerintah untuk mengeceknya mulai dari titik
nol. ”Jadi sebelum kami kerjakan, kami sampaikan kepada pemerintah. Baru kami melaksanakan
pekerjaan,” tegasnya.
Disinggung soal
laporan, Baba Ngeng mengaku tidak
keberatan karena itu hak para pelapor. Dirinya selaku kontraktor hanya bisa
menunggu proses hukum saja. ”Saya tunggu saja. Tapi, sejauh ini saya belum pernah
diintai diklarifikasi oleh kejaksaan,” ujar dia. (tim)