Perkara dugaan
korupsi yang dilaporkan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB sudah menumpuk. Namun,
penanganan berjalan lamban, bahkan sebagian kasus bertahun-tahun menginap
dibalik meja aparat kejaksaan.
Banyak kasus dugaan korupsi yang telah lama mengantri,
bahkan tak tersentuh penanganan. Tidak hanya kejaksaan tinggi, namun ditingkat
kejari-kejari terdapat pula perkara yang berulang tahun ditengah penyelidikan
maupun penyidikan.
Dibawah tonggak kepemimpinan, Fadil Zumhanna ada
harapan baru dalam menuntaskan perkara dugaan korupsi yang telah diendapkan.
Apalagi, trackrecord pengganti Sugeng
Pudjianto (Kajati Lama) cukup moncer dalam menangani perkara korupsi.
Langkah pertama yang akan
diusung Fadil, menyelesaikan tunggakan perkara korupsi. Karena, ada beberapa
kasus besar yang terkesan jalan ditempat dan belum terselesaikan.
Target itu tidak hanya diusung
untuk lingkup kejati, namun perkara di level kejari-kejari juga menjadi sasaran
program penyelesaian tunggakan. Sebab, banyak kasus dugaan korupsi yang
”dininabobokan”, terutama yang masih tingkat penyelidikan.
Menurut Fadil kasus dugaan
korupsi yang penanganannya lamban akan digenjot. Sebab, Jampidsus telah memerintahkan untuk menyelesaikan
penanganan perkara-perkara yang menjadi utang kejati. ”Kami prioritaskan
kasus yang lama. Artinya, jangan tangani kasus yang baru, sementara yang lama tidak jelas,’’ tegas Fadil.
Untuk mempercepat proses
penanganan kasus, dia akan menginventaris semua perkara-perkara
yang macet dan tidak berujung penyelesainnya. Itu dilakukan untuk mengurangi perkara
tunggakan. ”Yang lamban didorong,
yang cepat digenjot lagi,” tegas dia.
Untuk mempercepat proses
penanganan, kejaksaan akan berusaha maksimal. Salah satunya dengan membentuk
tim satuan tugas (satgas) khusus yang menangani perkara korupsi.
Satgas yang dikhususkan untuk
memberantas korupsi akan dibentuk tim. Rencananya, kejaksaan membentuk empat
tim, yang masing-masing tim dihuni sekitar empat orang. ”Saya bentuk tim khusus
korupsi. Agar terfokus untuk menangani kasus-kasus dugaan korupsi,” tegas
Fadil.
Fadil menjelaskan perihal
penanganan perkara. Menurutnya, pihaknya akan menangani perkara sesuai dengan
fakta. Jika perkara yang diselidiki
memenuhi syarat, maka langkah selanjutnya akan dinaikan ke penyidikan.
Ia menegaskan, kejaksaan tidak
mengusut perkara berdasarkan pesanan maupun tekanan dari pihak manapun.
Terpenting, kata dia, kejaksaan tidak akan terpengaruh oleh intervensi dari
siapapun, entah itu pejabat atau orang berpengaruh. ”Kalau orang sudah memenuhi syarat, maka dinaikan. Kalau tidak ada bukti,
hentikan saja. Tidak haram hentikan perkara. Kenapa harus takut jika tidak ada bukti,”
terang Fadil.
Fadil memiliki tekad untuk
melakukan progres penyelesaikan kasus-kasus yang
masuk dalam bidikan kejati dan kejari. Nantinya, sambung Fadil, kejari-kejari yang banyak tunggakan akan disupervisi, terutama penanganan kasus yang lamban. ”Kajari-kajari akan saya panggil.
Kasus-kasus yang lama ditangani, harus dipercepat. Apa masalahnya akan
dipecahkan secara bersama-sama,” ujar dia.
Penegasan itu, tidak terlepas
dari banyaknya perkara yang belum naik ke penyidikan. Menurutnya, proses penyelidikan itu tidak harus memakan wartu terlalu
lama. Cukup 30 hari saja dan jangan berlarut hingga bertahun-tahun. ”Jika
sampai setahun terlalu panjang. Waktu penyelidikan cukup 30 hari dan harus selesai. Cepat dan itu lebih baik,” tegasnya lagi.
Diketahui, sejumlah kasus
besar yang berpotensi merugikan Negara, diantaranya kasus pengadaan oven
tembakau di Lombok Timur, Loteng, dan Provinsi NTB. Proyek yang menelan
anggaran hingga puluhan miliar masih dalam proses penyelidikan.
Kasus lain yang tengah diusut
kejati NTB, yakni proyek SPAM Bima tahun 2013 senilai Rp 18 miliar, dugaan
penjualan aset di Lobar dengan potensi kerugian Negara puluhan miliar, kasus
kredit fiktif dan pembangunan gedung cabang Bank NTB di Bima dan Surabaya,
pemeliharaan jalan Satker III yang dilaporkan tahun 2013 .
Sementara, kasus yang menjadi
perhatian khalayak ditangani kejari tersebar di Bima hingga Mataram. Misalkan
di Bima. penyelidikan pengadaan alkes di
Kabupaten Bima dengan anggara Rp 6,7 miliar belum diketahui ujung
pangkalnya. Padahal, pengadaan alkes berlangsung tahun 2009 sudah lama dilaporkan.
Hal yang sama juga terjadi pada pengadaan alkes di
Kota Bima. Proyek senilai Rp 1,8 miliar memiliki persoalan yang sama. Alkesnya diduga barang rakitan. Namun,
penanganan dugaan tindak pidana pengadaan alkes Kota Bima sedang diusut Kejari
Raba Bima belum ada perkembangan yang signifikan.
Terkait sederet kasus dugaan
yang belum dituntaskan itu, Fadil mengatakan, dirinya akan mempelajari secara
pelan-pelan. Sebab, dirinya termasuk orang baru sehingga membutuhkan waktu
untuk memahami kedudukan perkara itu. ”Intinya kami akan evaluasi
perkara-perkara itu,” kata dia.
Disinggung kasus yang bakal
diprioritaskan, Fadil enggan membeberkannya. Dia menegaskan, pihaknya belum
bisa membocorkan, karena kedudukan perkara masih dalam proses penyelidikan. ”Kami
belum bisa buka dapur (kasus-kasus yang masih lidik). Tapi, ada beberapa kasus
yang kami prioritaskan,” pungkas Fadil. (tim)