![]() |
ILUSTRASI |
Dua lembaga penegak hukum, Kejaksaan dan Kepolisian sedang mengusut indikasi korupsi di Dompu. Polisi menyelidiki dana bansos, sementara kejaksaan mengusut empat proyek bernilai miliaran rupiah.
===========
DANA bantuan sosial (Bansos) Dompu yang digelontorkan
kepada masyarakat dilaporkan 2015 lalu. Laporan itu berisi indikasi
penyalahgunaan anggaran. Laporan pengunaan bansos pada tahun 2011 dan 2012
dilayangkan kepada kepolisian. Setelah menerima laporan itu, Subdit
III Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB bergerak untuk mengusut aroma korupsi
penyaluran bansos. Mereka bergegas ke Dompu dan mengumpulkan
dokumen-dokumen berkaitan dengan penyaluran bansos. Dokumen yang dibawa pulang
cukup banyak. Dokumen yang diduga berisi rincian penyaluran bansos dikemas
menggunakan karung. Ada enam karung.
Di tengah jalan, penanganan kasus
ini sempat ditunda. Pertimbangan polisi, saat itu sedang berlangsung pilkada
Dompu 2016. Sehingga, kasus tersebut diputuskan untuk dipending hingga
pelantikan. Nah, memasuki 2016 polda membuka
kembali kasus bansos. Mereka mengumpulkan data-data dan meminta keterangan
pihak terkait. Setelah rangkaian itu dilalui, polisi akhirnya menaikan kasus
tersebut ke tahap penyelidikan.
Polisi mencium indikasi penyimpangan
dalam penyaluran bansos ini. Untuk itu, mereka mencari alat bukti guna
memperkuat dugaan awal tersebut. ”Kami sudah menaikan ke tahap penyelidikan,”
kata Humas Polda NTB AKBP Tri Budi Pangastuti.
Sebelum masuk ke tahap penyelidikan,
polisi telah memeriksa puluhan saksi. Belum lama ini, penyidik juga sudah
meminta keterangan saksi yang berasal dari penerima bantuan sosial. ”Ada saksi yang kami periksa. Mereka penerima
bantuan,” ujarnya.
Penerima bantuan itu tercatat dalam
pengeluaran anggaran pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD)
Kabupaten Dompu. Sehingga penyidik perlu mendengarkan keterangan mereka. Selain itu, penyidik juga ingin
mencocokkan data dengan keterangan saksi. Karena anggaran yang diterima mereka
jumlahnya bervariasi. Berapa yang mereka terima, berapa yang terpakai, itu yang
dicocokkan dalam pemeriksaan tersebut.
Selain penerima bantuan, penyidik
telah memeriksa mantan Kepala BPKAD Rasyidin. Ia diperiksa karena dianggap
mengetahui proses pengeluaran dan penyaluran anggaran bansos. ”Yang bersangkutan dianggap tahu. Karena
bansos yang kami usut ini tahun 2011 dan 2012,” jelas dia.
Sedikit diulas bansos Dompu cukup
besar. Pada tahun 2011 anggaran bansos mencapai Rp 19 miliar. Sementara, pada
tahun 2012 nilainya Rp 13,6 miliar. Hingga tahun 2017, posisi kasus itu masih
penyelidikan. Polisi yang dikonfirmasi mengenai penanganan kasus ini menegaskan
tetap menyelidiki sampai tuntas.
Sementara, Kejaksaan Tinggi
(Kejati NTB) mengusut empat mega proyek di Kabupaten Dompu. Laporan yang
disampaikan masyarakat belum lama ini sedang digarap. Bahkan, kejaksaan telah
meningkatkan status penanganannya ke tahap penyelidikan.
Proyek yang diduga bermasalah ini menelan anggaran cukup
besar. Diantaranya, pembangunan Paruga Samakai Dompu. Proyek yang bergulir
tahun anggaran 2013 ini menghabiskan anggaran senilai Rp 11 miliar lebih itu.
Selain itu, dana bergulir kelompok tani dari KPDT sebesar Rp 10 miliar ikut
dilaporkan. Begitu juga dengan pengadaan alat kesehatan pada tahun 2011 senilai
Rp 1,7 miliar. Terakhir, dana cetak sawah baru yang berasal dari dana bansos
APBN pada tahun 2012 sebesar Rp 5 miliar. Laporan ini disampaikan masyarakat belum lama ini. Dalam
laporan itu disebutkan ada indikasi penyimpangan pada penggunaan anggaran dari tahun 2010 hingga 2015. Laporan yang
disampaikan itu berbeda-beda. Tidak satu item anggaran.
Saat ini, jaksa sedang meminta keterangan beberapa pihak .
Namun Sutapa masih enggan membeberkan siapa saja pejabat Dompu yang telah
diklarifikasi seputar laporan tersebut. ”Ada beberapa pejabat yang kami
panggil. Mereka dari lingkup Pemda Dompu,” aku tim penyelidik Kejati NTB. Ada beberapa pejabat Dompu yang diperiksa pekan lalu. Mereka
diduga berasal dari tim monitoring Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Dompu. ”Saya
belum tahu siapa-siapa yang sudah diklarifikasi,” tegasnya.
Permintaan keterangan terus berlanjut. Karena ada
beberapa pihak yang belum digarap. Terlebih lagi, item yang dilaporkan berbeda,
sehingga jaksa harus mengklarifikasi satu persatu pejabat yang diduga terkait
proyek tersebut. Terkait indikasi penyimpangan empat item laporan itu,
Sutapa belum bisa memastikan. Sebab, proses pengumpulan data dan keterangan
masih berjalan. ”Belum bisa disimpulkan sekarang. Kami masih minta keterangan
dan kumpulkan data,” bebernya.
Sementara, beberapa orang yang dipanggil jaksa mengaku
hanya dimintai keterangan terkait penggunaan dana bergulir dari KPDT. Hanya
saja, mereka ogah berkomentar lebih jauh perihal materi yang ditanyakan jaksa. ”Soal
dana bergulir,” kata salah seorang pejabat Dompu di Kejati NTB, belum lama ini.
Selain
mereka, pelapor proyek kakap di Dompu Ahmad Fauzi ikut dipanggil Kejaksaan
Tinggi (Kejati) NTB, pekan lalu. Ia dimintai keterangan terkait laporan cetak
sawah baru, paruga samakai, dana bergulir, serta pengadaan alkes. Fauzi
dimintai keterangan di ruang jaksa Yoni E Malaka. Ia diklarifikasi dari pukul
11.30 Wita dan hingga pukul 15.00 Wita masih dimintai keterangan.
Diketahui,
Fauzi melaporkan proyek cetak sawah baru tahun 2012 senilai Rp 5 miliar, paruga
samakai tahun 2014 Rp 11,5 miliar, alkes tahun 2011 Rp 1,7 miliar, dan dana
bergulir kelompok tani tahun 2013 Rp 10 miliar.
Fauzi
mengaku banyak ditanya seputar proyek cetak sawah baru dan dana bergulir. Mulai
dari kelompok penerima bantuan hingga adanya dugaan kelompok fiktif. ”Soal
cetak sawah baru dan dana bergulir. Kalau laporan yang lain belum ditanyakan,”
kata dia saat ishoma, kemarin.
Ia
menjelaskan, dalam laporannya ada dugaan penyalahgunaan anggaran pada item
proyek cetak sawah baru dan dana bergulir. Begitu pun dengan alokasi anggaran
pengadaan alkes dan pembangunan paruga samakai. ”Kami duga bermasalah dan saya
sudah sampaikan ke jaksa tadi (kemarin),” ungkap dia.
Disisi lain, usai meminta keterangan tim monitoring
bantuan sosial dan pejabat Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Dompu. Giliran penerima bantuan cetak sawah baru dan
dana bergulir dari KPDT. Jaksa telah melayangkan surat kepada kelompok tani. Sekitar
lima kelompok tani yang dijadwalkan untuk dimintai keterangan.
Berdasarkan dokumen laporan, dana yang digelontorkan
untuk cetak sawah baru Rp 5 miliar. Dana itu dicomot dari kantong APBN pada
tahun 2012. Anggaran pusat tersebut dihabiskan untuk kepentingan cetak sawah
baru seluas 500 hektar.
Sesuai SK Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan
Dompu, dana itu dibagikan kepada lima kelompok tani. Masing-masing kelompok
tani mencetak sawah baru 100 hektar. Biaya yang digelontorkan untuk 1 hektar
sawah Rp 10 juta. Fakta dilapangan berbeda.
Ada dugaan anggaran tersebut disalurkan kepada kelompok tani fiktif.
Sehingga, proyek cetak sawah baru diduga merugikan negara miliaran rupiah. Sementara, dana bergulir untuk kelompok tani dari KPDT
senilai Rp 10 miliar. anggaran tersebut diberikan kepada petani jagung. Hanya
saja, penyaluran diduga tidak sesuai peruntukan. Karena dilapangan ditemukan
adanya indikasi kelompok tani fiktif yang dicantumkan sebagai penerima bantuan.
(jelo)