Inilh aktivitas di Bukit Kebahagiaan |
Indonesia merdeka memasuki usia ke-72, namun rakyatnya masih banyak yang menderita. Seperti yang dialami warga di Desa Sampungu. Wilayah paling utara Kecamatan Soromandi, Bima itu belum sepenuhnya menikmati yang namanya berselancar di dunia internet.
====
Suara di ujung telepon tiba-tiba terputus. Suara itu tak lagi terdengar jelas. Kedengarannya sama-samar. ’’Saya naik lagi gunung. Cari sinyal sebentar,’’ begitulah suara sama-samar Khairul Amar, warga Desa Sampungu ketika menghubungi penulis.
Sekitar 10 menit kemudian, handphone kembali berbunyi. Ada panggilan dari Amar, sapaan akrab, Khairul Amar. Dia rupanya sudah mendapat posisi yang tepat. Pertanda sinyal sudah merapat ke handphonenya. ’’Maklum sinyal belum ada,’’ celetuk dia.
Ya, perjuangan Amar mendapat percikan sinyal itu mewakili betapa sulitnya warga Desa mencari sinyal untuk sekadar berkomunikasi. Mereka harus mendaki gunung yang terjal. Gunung yang jaraknya cukup jauh dari pemukiman warga.
Tepatnya 17 Agustus kemarin, Indonesia kembali memperingati hari kemerdekaan. Hasil perjuangan 72 tahun lalu. Warga di Desa Sampungu pun tak pernah absen untuk merayakan kemerdekaan RI, dimana tetesan darah dan keringat pahlwan dikorbankan demi menggapai kemerdekaan sejati.
’’Usia kemerdekaan RI sudah memasuki 72 tahun. Tapi kami belum sepenuhnya merdeka. Jaringan telekomunikasi belum juga masuk ke desa kami,’’ keluh pria yang juga dosen di STKIP Taman Siswa Kabupaten Bima itu.
Beberapa kali pergantian bupati, Sampungu kerap terabaikan. Jaringan telekomunasi yang dijanjikan jelang pemilihan belum juga tiba. Amar ingat ketika kepemimpinan Bupati Almarhum Ferry Zulkarnain. Bupati dua periode ini pernah berjanji akan membangun sentral komunikasi (sinyal). Disamping itu, dia juga mengumbar janji akan mengaspal jalan. Sayangnya, kata Amar, sampai hari ini janji itu belum terbukti.
Nah, di masa kepemimpinan Bupati H Syafrudin, sinyal yang diharapkan tak juga menghinggapi Sampungu. Hingga, akhir masa jabatannya, sinyal itu tak pernah datang dan menghiasi Sampungu.
Harapan pun muncul ketika Kabupaten Bima dipimpin bupati Hj Indah Damayanti Putri. Menurut Amar, bupati perempuan pertama di Bima itu pernah berjanji akan memenuhi harapan masyarakat tersebut. Yakni pembangunan jaringan telekomunikasi dan jalan.
’’Sayang, itu hanya sebatas janji demi kepentingan politik semata,’’ tuding pria yang juga wakil ketua Kabid Pemuda dan Olahraga KNPI Bima.
Dia menuturkan, kondisi masyarakat Sampungu saat ini masih sangat miris. Warga rela naik turun gunung demi mendapatkan sinyal. Demi mendengarkan suara sanak saudara di ujung telepon. Demi mendengarkan keluh kesah anaknya yang sekolah di perantauan. Suami maupun istrinya yang mengais rezeki di negeri seberang.
’’Mestinya pemerintah sudah mulai sadar bahwa membangun intrument telekomunika (sinyal) merupakan harga mati demi kepentingan umum,’’ tegas dia.
Amar tidak berlebihan menyebut Sampungu masih mengemis sinyal. Bayangkan saja, betapa besar perjuangan warga untuk mendapatkan sinyal.
Sinyal itu pun hasil percikan dari tower yang berada di Kecamatan Wera, seberang laut sana. Juga percikan sinyal Desa Sai, desa tetangga.
Di bukit itulah warga bisa tersenyum. Di bukit itulah warga bisa melepas rindu. Di bukit itulah warga mengakhiri dahaga akan komunikasi. Dan di situlah warga mendapat percikan kebahagian.
Makanya, bukit itu oleh warga dinamakan bukit kebahagiaan. Bahagia jika bisa berbicara dengan sanak saudara, anak, suami dan istrinya. ’’Makanya kami namakan di situ Bukit Kebahagiaan,’’ sebut dia.
Tapi, untuk mencapai bukti itu tak selamanya berakhir dengan bahagia. Ada resiko yang mengancam warga sebelum mencapai bukit kebahagian itu. Resiko terjatuh menjadi momok yang menakutkan bagi warga. ’’Bukit kebahagian merupakan tempat dimana kami harus berkumpul dan canda tawa. Di bukit itu juga maut menanti kami. Ya, ada kisah sedih di bukit kebahagian itu,’’ ungkap dia dengan nada sedih.
Dia ujung telepon, Amar meminta kepada pemerintah agar bisa mewujudkan harapan bersama masyarakat. Sebab, sinyal sangat dibutuhkan warga. Apalagi, Sampungu ini salah satu daerah penghasil terbesar di Kabupaten Bima.
’’Pemerintah harus tanggap dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Desa Sampungu sekarang butuh sinyal. Kami harap pemerintah mendengarnya,’’ pinta Amar. (jelo)
====
Suara di ujung telepon tiba-tiba terputus. Suara itu tak lagi terdengar jelas. Kedengarannya sama-samar. ’’Saya naik lagi gunung. Cari sinyal sebentar,’’ begitulah suara sama-samar Khairul Amar, warga Desa Sampungu ketika menghubungi penulis.
Sekitar 10 menit kemudian, handphone kembali berbunyi. Ada panggilan dari Amar, sapaan akrab, Khairul Amar. Dia rupanya sudah mendapat posisi yang tepat. Pertanda sinyal sudah merapat ke handphonenya. ’’Maklum sinyal belum ada,’’ celetuk dia.
Ya, perjuangan Amar mendapat percikan sinyal itu mewakili betapa sulitnya warga Desa mencari sinyal untuk sekadar berkomunikasi. Mereka harus mendaki gunung yang terjal. Gunung yang jaraknya cukup jauh dari pemukiman warga.
Tepatnya 17 Agustus kemarin, Indonesia kembali memperingati hari kemerdekaan. Hasil perjuangan 72 tahun lalu. Warga di Desa Sampungu pun tak pernah absen untuk merayakan kemerdekaan RI, dimana tetesan darah dan keringat pahlwan dikorbankan demi menggapai kemerdekaan sejati.
’’Usia kemerdekaan RI sudah memasuki 72 tahun. Tapi kami belum sepenuhnya merdeka. Jaringan telekomunikasi belum juga masuk ke desa kami,’’ keluh pria yang juga dosen di STKIP Taman Siswa Kabupaten Bima itu.
Beberapa kali pergantian bupati, Sampungu kerap terabaikan. Jaringan telekomunasi yang dijanjikan jelang pemilihan belum juga tiba. Amar ingat ketika kepemimpinan Bupati Almarhum Ferry Zulkarnain. Bupati dua periode ini pernah berjanji akan membangun sentral komunikasi (sinyal). Disamping itu, dia juga mengumbar janji akan mengaspal jalan. Sayangnya, kata Amar, sampai hari ini janji itu belum terbukti.
Nah, di masa kepemimpinan Bupati H Syafrudin, sinyal yang diharapkan tak juga menghinggapi Sampungu. Hingga, akhir masa jabatannya, sinyal itu tak pernah datang dan menghiasi Sampungu.
Harapan pun muncul ketika Kabupaten Bima dipimpin bupati Hj Indah Damayanti Putri. Menurut Amar, bupati perempuan pertama di Bima itu pernah berjanji akan memenuhi harapan masyarakat tersebut. Yakni pembangunan jaringan telekomunikasi dan jalan.
’’Sayang, itu hanya sebatas janji demi kepentingan politik semata,’’ tuding pria yang juga wakil ketua Kabid Pemuda dan Olahraga KNPI Bima.
Dia menuturkan, kondisi masyarakat Sampungu saat ini masih sangat miris. Warga rela naik turun gunung demi mendapatkan sinyal. Demi mendengarkan suara sanak saudara di ujung telepon. Demi mendengarkan keluh kesah anaknya yang sekolah di perantauan. Suami maupun istrinya yang mengais rezeki di negeri seberang.
’’Mestinya pemerintah sudah mulai sadar bahwa membangun intrument telekomunika (sinyal) merupakan harga mati demi kepentingan umum,’’ tegas dia.
Amar tidak berlebihan menyebut Sampungu masih mengemis sinyal. Bayangkan saja, betapa besar perjuangan warga untuk mendapatkan sinyal.
Sinyal itu pun hasil percikan dari tower yang berada di Kecamatan Wera, seberang laut sana. Juga percikan sinyal Desa Sai, desa tetangga.
Di bukit itulah warga bisa tersenyum. Di bukit itulah warga bisa melepas rindu. Di bukit itulah warga mengakhiri dahaga akan komunikasi. Dan di situlah warga mendapat percikan kebahagian.
Makanya, bukit itu oleh warga dinamakan bukit kebahagiaan. Bahagia jika bisa berbicara dengan sanak saudara, anak, suami dan istrinya. ’’Makanya kami namakan di situ Bukit Kebahagiaan,’’ sebut dia.
Tapi, untuk mencapai bukti itu tak selamanya berakhir dengan bahagia. Ada resiko yang mengancam warga sebelum mencapai bukit kebahagian itu. Resiko terjatuh menjadi momok yang menakutkan bagi warga. ’’Bukit kebahagian merupakan tempat dimana kami harus berkumpul dan canda tawa. Di bukit itu juga maut menanti kami. Ya, ada kisah sedih di bukit kebahagian itu,’’ ungkap dia dengan nada sedih.
Dia ujung telepon, Amar meminta kepada pemerintah agar bisa mewujudkan harapan bersama masyarakat. Sebab, sinyal sangat dibutuhkan warga. Apalagi, Sampungu ini salah satu daerah penghasil terbesar di Kabupaten Bima.
’’Pemerintah harus tanggap dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Desa Sampungu sekarang butuh sinyal. Kami harap pemerintah mendengarnya,’’ pinta Amar. (jelo)