Terdakwa H Rusdi mendengar pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Mataram, Selasa (10/10). |
MATARAM-Terdakwa kasus korupsi Bulan Bakti Gotong Royong Masyarkat (BBGRM) H Rusdi telah divonis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Selasa (10/10). Mantan Kepala BPMDes Kabupaten Bima itu dijatuhi hukuman 1 tahun penjara.
Hakim juga membebankan terdakwa membayar denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan penjara. Putusan hakim lebih ringan dibanding tuntutan. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa 1,5 bulan (1 tahun 6 bulan) penjara.
Hakim menyebut terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Perbuatan terdakwa juga memperkaya orang lain dan merugikan keuangan negara.
Sementara, pertimbangan hakim yang meringankan terdakwa, diantaranya mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 120 juta dan berlaku sopan selama persidangan.
"Terdakwa dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama, maka hakim menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara," kata ketua Majelis Hakim Albertus Usada dalam amar putusannya.
Terdakwa H Rusdi tak keberatan atas putusan itu. Dia memilih menerima hukuman penjara 1 tahun meski dalam uraian putusan hakim menyebutkan dirinya tak menikmati sepersen pun kerugian Negara tersebut. Sementara, JPU Supardin mengambil pilihan pikir-pikir, apakah banding atau menerima putusan tersebut.
Terlepas dari vonis itu, ada fakta lain dari putusan hakim. Dalam kasus yang merugikan keuangan negara Rp 230 juta lebih itu, H Rusdi bukanlah satu-satunya orang yang bertanggung jawab. Ternyata, ada pejabat lain yang disebut ikut bertanggung jawab.
Ya, Majelis Hakim secara terang-terang menyebut peran dua pejabat Pemkab Bima. Bahkan, dalam putusannya, hakim meminta jaksa menuntut secara terpisah dua pejabat tersebut.
Berdasarkan uraian putusan, hakim menyebut nama Putarman dan Taufik MT. Keduanya memiliki peran dalam pengadaan baju seragam BBGRM sebanyak 8.050.
Kala proyek senilai Rp 692 juta bergulir 2014, Putarman selaku Kepala Dinas BPMDes. Hakim menyebut Putarman yang kini menjabat staf ahli Pemkab Bima ikut bertanggung jawab atas proyek yang merugikan keuangan negara tersebut. Karena, dia bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, sebelum digantikan terdakwa H Rusdi.
Sementara, Taufik MT bertindak selaku ketua tim penerima hasil pekerjaan. Dia disebut membuat berita acara seolah-olah baju seragam BBGRM sebanyak 6.050 lembar yang dibuat di salah satu konveksi di Bandung telah diterima Juli 2014. Padahal, baju tersebut dikirim rekanan Agustus, atau setelah kontrak pengerjaan berakhir.
Atas dasar hasil pemeriksaan itu, terdakwa H Rusdi membayar pekerjaan kepada rekanan. Uang itu dibayarkan kepada Muhammad Yasin selaku rekanan yang meminjam bendera CV Jaya Priyangan milik Ahmad Jailani.
’’Taufik memeriksa barangnya Agustus. Namun berita acara dibuat lebih maju, seolah-olah baju itu datang sebelum kontrak selesai,’’ kata hakim Albertus dalam uraian putusannya.
’’Padahal, baju itu dikirim setelah kontrak berakhir. Terdakwa membayar baju yang sebelumnya belum ada,’’ sambung hakim.
Karena itu, terdakwa telah menyalahgunakan wewenang. Perbuatannya menguntung Yasin dan Ahmad Jailani dan menyebabkan telah merugikan negara. ’’Hakim tidak melihat terdakwa menikmati sepersen pun dari kerugian negara tersebut,’’ jelas Albertus.
Karena tak menikmati kerugian Negara, juga mengembalikan kerugian negara Rp 120 juta, hakim tidak menghukum terdakwa membayar uang pengganti. Dia hanya dihukum membayar denda. ’’Sementara sisa kerugian Negara dibebankan kepada Muhammad Yasin, yang dituntut terpisah oleh jaksa,’’ tegasnya.
Tak hanya Yasin yang akan dituntut secara terpisah dalam putusan hakim, hakim menyebut pula Putarman, Taufik, dan Ahmad Jaelani.
Di luar sidang, Penasihat Hukum terdakwa, Miftah ikut menyoroti nama-nama yang disebut hakim dalam putusan. Menurut dia, berdasarkan uraian putusan, ada beberapa nama yang disebut dan akan dituntut terpisah. ’’Disebut Putarman, Taufik MT, juga Muhammad Yasin,’’ jelas dia mengutip uraian putusan hakim.
Seharusnya, kata dia, peran orang yang disebut dalam putusan diusut pula. Karena hakim menyebut secara terang peran mereka, bahkan disebut akan dituntut secara terpisah oleh jaksa. ’’Korupsi kasus ini dilakukan secara bersama-sama, bukan tunggal. Harus ditetapkan tersangka juga yang lain,’’ desaknya. (*)
Hakim juga membebankan terdakwa membayar denda Rp 50 juta subsidair 2 bulan penjara. Putusan hakim lebih ringan dibanding tuntutan. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa 1,5 bulan (1 tahun 6 bulan) penjara.
Hakim menyebut terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Perbuatan terdakwa juga memperkaya orang lain dan merugikan keuangan negara.
Sementara, pertimbangan hakim yang meringankan terdakwa, diantaranya mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 120 juta dan berlaku sopan selama persidangan.
"Terdakwa dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama, maka hakim menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara," kata ketua Majelis Hakim Albertus Usada dalam amar putusannya.
Terdakwa H Rusdi tak keberatan atas putusan itu. Dia memilih menerima hukuman penjara 1 tahun meski dalam uraian putusan hakim menyebutkan dirinya tak menikmati sepersen pun kerugian Negara tersebut. Sementara, JPU Supardin mengambil pilihan pikir-pikir, apakah banding atau menerima putusan tersebut.
Terlepas dari vonis itu, ada fakta lain dari putusan hakim. Dalam kasus yang merugikan keuangan negara Rp 230 juta lebih itu, H Rusdi bukanlah satu-satunya orang yang bertanggung jawab. Ternyata, ada pejabat lain yang disebut ikut bertanggung jawab.
Ya, Majelis Hakim secara terang-terang menyebut peran dua pejabat Pemkab Bima. Bahkan, dalam putusannya, hakim meminta jaksa menuntut secara terpisah dua pejabat tersebut.
Berdasarkan uraian putusan, hakim menyebut nama Putarman dan Taufik MT. Keduanya memiliki peran dalam pengadaan baju seragam BBGRM sebanyak 8.050.
Kala proyek senilai Rp 692 juta bergulir 2014, Putarman selaku Kepala Dinas BPMDes. Hakim menyebut Putarman yang kini menjabat staf ahli Pemkab Bima ikut bertanggung jawab atas proyek yang merugikan keuangan negara tersebut. Karena, dia bertindak sebagai Kuasa Pengguna Anggaran, sebelum digantikan terdakwa H Rusdi.
Sementara, Taufik MT bertindak selaku ketua tim penerima hasil pekerjaan. Dia disebut membuat berita acara seolah-olah baju seragam BBGRM sebanyak 6.050 lembar yang dibuat di salah satu konveksi di Bandung telah diterima Juli 2014. Padahal, baju tersebut dikirim rekanan Agustus, atau setelah kontrak pengerjaan berakhir.
Atas dasar hasil pemeriksaan itu, terdakwa H Rusdi membayar pekerjaan kepada rekanan. Uang itu dibayarkan kepada Muhammad Yasin selaku rekanan yang meminjam bendera CV Jaya Priyangan milik Ahmad Jailani.
’’Taufik memeriksa barangnya Agustus. Namun berita acara dibuat lebih maju, seolah-olah baju itu datang sebelum kontrak selesai,’’ kata hakim Albertus dalam uraian putusannya.
’’Padahal, baju itu dikirim setelah kontrak berakhir. Terdakwa membayar baju yang sebelumnya belum ada,’’ sambung hakim.
Karena itu, terdakwa telah menyalahgunakan wewenang. Perbuatannya menguntung Yasin dan Ahmad Jailani dan menyebabkan telah merugikan negara. ’’Hakim tidak melihat terdakwa menikmati sepersen pun dari kerugian negara tersebut,’’ jelas Albertus.
Karena tak menikmati kerugian Negara, juga mengembalikan kerugian negara Rp 120 juta, hakim tidak menghukum terdakwa membayar uang pengganti. Dia hanya dihukum membayar denda. ’’Sementara sisa kerugian Negara dibebankan kepada Muhammad Yasin, yang dituntut terpisah oleh jaksa,’’ tegasnya.
Tak hanya Yasin yang akan dituntut secara terpisah dalam putusan hakim, hakim menyebut pula Putarman, Taufik, dan Ahmad Jaelani.
Di luar sidang, Penasihat Hukum terdakwa, Miftah ikut menyoroti nama-nama yang disebut hakim dalam putusan. Menurut dia, berdasarkan uraian putusan, ada beberapa nama yang disebut dan akan dituntut terpisah. ’’Disebut Putarman, Taufik MT, juga Muhammad Yasin,’’ jelas dia mengutip uraian putusan hakim.
Seharusnya, kata dia, peran orang yang disebut dalam putusan diusut pula. Karena hakim menyebut secara terang peran mereka, bahkan disebut akan dituntut secara terpisah oleh jaksa. ’’Korupsi kasus ini dilakukan secara bersama-sama, bukan tunggal. Harus ditetapkan tersangka juga yang lain,’’ desaknya. (*)