Sampan Fiberglass di Punti, Kecamatan Soromandi, Bima |
MATARAM-Perkara dugaan korupsi pengadaan sampan fiberglass di Bima memasuki babak baru. Penyidik Polda NTB telah melimpahkan berkas tersangka Taufik Rusdi, yang kini menjabat Kepala BPBD Kabupaten Bima, kepada jaksa peneliti Kejati NTB, pekan lalu.
Pelimpahan berkas perkara anak buah Bupati Bima H Indah Dhamayanti Putri itu setelah penyidik melakukan pemeriksaan saks-saksi. Kini, penyidik menunggu proses penelitian dari jaksa. Apakah berkas tersangka dinyatakan lengkap, atau sebaliknya ada kekurangan.
Jika jaksa peneliti menilai berkas tersangka terdapat kekurangan, penyidik siap memenuhi petunjuk tersebut. Kabidhumas Polda NTB AKBP Tri Budi Pangastuti mengaku berkas sudah dilengkapi dan dilimpahkan kepada jaksa peneliti. ’’Kami sedang menunggu hasil telaah dari jaksa, apakah ada kekuarangan atau tidak,’’ kata perwira dua mawar itu.
Sebelum menyerahkan berkas perkara itu, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 13 saksi. Salah satunya, mantan Ketua DPRD Kota Bima Fera Amalia. Pemeriksaan Fera menjadi satu rangkaian dalam penyidikan kasus sampan fiberglass.
’’Kalau dinyatakan lengkap, kami akan lakukan tahap II. Jika tidak, kami akan penuhi petunjuk kejaksaan,’’ terang dia.
Sementara, Kasipenkum Kejati NTB Dedi Irawan tidak menampik adanya pelimpahan berkas kasus sampan fiberglass. Namun berkas tersebut masih diperiksa jaksa peneliti. ”Masih diteliti,” kata dia singkat.
Diketahui, penyidik telah menetapkan Taufik Rusdi sebagai tersangka. Ketika proyek ini digulirkan 2012 silam, dia menjabat Kabid Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bima. Dia sekaligus sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan sampan fiberglass.
Penetapan Taufik Rusdi sebagai tersangka membutuhkan waktu empat tahun lamanya. Polres Bima Kota mulai menangani tahun 2013. Mandek saat ditangani polres, Polda NTB akhirnya menarik perkara ini pada 2016. Sejumlah pihak telah dimintai keterangan. Di antaranya, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), panitia pengadaan, kontraktor, dan tim PHO.
Pengadaan sampan fiberglass ini bergulir tahun 2012 lalu dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Transdes sekitar Rp 1 miliar. Dana itu dihabiskan untuk pengadaan dua unit sampan fiberglass berwarna kuning kombinasi putih susu. Dalam proses pengadaan ini, ada indikasi mark up harga. Sehingga menimbulkan kerugian negara dari hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguna (BPKP) sekitar Rp 159 juta. (ompu)
Pelimpahan berkas perkara anak buah Bupati Bima H Indah Dhamayanti Putri itu setelah penyidik melakukan pemeriksaan saks-saksi. Kini, penyidik menunggu proses penelitian dari jaksa. Apakah berkas tersangka dinyatakan lengkap, atau sebaliknya ada kekurangan.
Jika jaksa peneliti menilai berkas tersangka terdapat kekurangan, penyidik siap memenuhi petunjuk tersebut. Kabidhumas Polda NTB AKBP Tri Budi Pangastuti mengaku berkas sudah dilengkapi dan dilimpahkan kepada jaksa peneliti. ’’Kami sedang menunggu hasil telaah dari jaksa, apakah ada kekuarangan atau tidak,’’ kata perwira dua mawar itu.
Sebelum menyerahkan berkas perkara itu, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap 13 saksi. Salah satunya, mantan Ketua DPRD Kota Bima Fera Amalia. Pemeriksaan Fera menjadi satu rangkaian dalam penyidikan kasus sampan fiberglass.
’’Kalau dinyatakan lengkap, kami akan lakukan tahap II. Jika tidak, kami akan penuhi petunjuk kejaksaan,’’ terang dia.
Sementara, Kasipenkum Kejati NTB Dedi Irawan tidak menampik adanya pelimpahan berkas kasus sampan fiberglass. Namun berkas tersebut masih diperiksa jaksa peneliti. ”Masih diteliti,” kata dia singkat.
Diketahui, penyidik telah menetapkan Taufik Rusdi sebagai tersangka. Ketika proyek ini digulirkan 2012 silam, dia menjabat Kabid Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bima. Dia sekaligus sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek pengadaan sampan fiberglass.
Penetapan Taufik Rusdi sebagai tersangka membutuhkan waktu empat tahun lamanya. Polres Bima Kota mulai menangani tahun 2013. Mandek saat ditangani polres, Polda NTB akhirnya menarik perkara ini pada 2016. Sejumlah pihak telah dimintai keterangan. Di antaranya, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), panitia pengadaan, kontraktor, dan tim PHO.
Pengadaan sampan fiberglass ini bergulir tahun 2012 lalu dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Transdes sekitar Rp 1 miliar. Dana itu dihabiskan untuk pengadaan dua unit sampan fiberglass berwarna kuning kombinasi putih susu. Dalam proses pengadaan ini, ada indikasi mark up harga. Sehingga menimbulkan kerugian negara dari hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguna (BPKP) sekitar Rp 159 juta. (ompu)