Lagi dan lagi. Upaya pengiriman calon TKI jalur ilegal seakan tidak pernah berhenti di Bumi Gora. Yang terbaru, adalah 36 warga Bima yang hendak berangkat ke Malaysia ditangkap kepolisian wilayah Jawa Tengah. Ironisnya, tiga di antaranya adalah anak-anak.
Beruntunglah pengiriman tenaga kerja ilegal ini digagalkan aparat kepolisian saat 36 warga Bima ini sedang menunggu kapal yang akan membawanya menuju Pontianak, Kalimantan Barat, dari Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Rencananya, dari Pontianak-lah mereka akan menempuh jalur darat menuju ke Serawak, Malaysia.
Seperti dikutip Lombok Post, Kamis (15/3) sore, 36 warga Bima itu tiba di Mataram setelah dipulangkan Kementerian Tenaga Kerja. Begitu tiba, mereka didata di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB. Satu per satu mereka turun dari bus yang membawa mereka. Di antara rombongan TKI itu, tiga orang adalah anak-anak. Dua di antaranya masih balita sehingga harus digendong.
Seperti Bela Rahmawati, 10 bulan, yang terus digendong ibunya bernama Liha, warga Desa Nggembe, Kecamatan Bolo, Bima. Menurut Liha, ia membawa anaknya untuk ke Malaysia karena tidak ada yang menjaga di rumah. Umar sang suami juga ikut bersamanya. Mereka sama-sama hendak menjadi TKI ke Malayasia Timur. Rencananya akan bekerja di kebun kelapa Sawit.
”Baru ini saya punya anak,” katanya seperti dikutip Lombok Post.
Ia mau jadi TKI karena di Malaysia sudah banyak warga Bima. Salah satu kakaknya yang sukses bekerja di Malaysia memintanya datang. Tapi apa daya, saat hendak nyeberang menggunakan kapal di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang rombongan mereka dicegat karena tidak memiliki dokumen lengkap.
Nurhayati, warga Desa Nggembe Kecamatan Bolo lainnya juga membawa serta anaknya, Fani Aulia Zahara. Demi mencari penghidupan lebih layak, ia rela memutus pendidikan anaknya yang masih belajar di kelas nol besar TK. Ia membawa serta anaknya karena tidak ada yang urus di kampung. ”Saya sudah bercerai sama suami,” katanya.
Nurhayati menuturkan, mereka berasal dari satu kampung. Mereka sama-sama tertarik bekerja ke Malaysia karena melihat Jahrudin, TKI yang sukses setelah bekerja di Malaysia. Dari cerita manis Jahrudin mereka kemudian tertarik menjadi TKI, supaya bisa hidup berkecukupan seperti Jahrudin. ”Kami minta, kalau pergi lagi ajak kami dong,” tuturnya.
Jahrudin pun mengajak warga di kampungnya untuk sama-sama bekerja ke Malaysia. Mereka pun nurut apa saja yang dikatakan Jahrudin. Semua keperluan akan diurus olehnya. Termasuk membuat paspor. Masing-masing warga diminta uang Rp 1 juta hingga Rp 1,3 juta untuk membuat paspor di Bima. Semua disetor lewat Jahrudin. ”Dia bilang kami akan berangkat resmi,” ujar Nurhayati.
Jahrudin menjanjikan, mereka akan bekerja di kebun kepala sawit dengan gaji Rp 3 juta per bulan. Mereka akan tinggal di rumah khusus para pekerja. Sementara anaknya akan dirawat khusus oleh orang di sana, mereka tinggal kerja. ”Makanya saya bawa anak,” katanya.
Singkat cerita, berbekal paspor rombongan pun berangkat dari Bima tanggal 26 Februari menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Di pelabuhan mereka diinapkan selama dua malam menunggu kapal. Karena tidak ada kepastian, rombongan pun berpindah ke Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Di sana mereka menunggu kapal semalaman. Rencananya akan menuju ke Pontianak. Lalu dari sana akan ke Entikong, lalu ke Serawak, Malaysia.
Tanggal 4 Maret lalu, petugas Polsek Pelabuhan Tanjung Mas pun mengetahui mereka adalah calon TKI tetapi tidak memiliki dokumen lengkap. Akhirnya semua rombongan ditahan dan diserahkan ke Polda Jawa Tengah. Setelah itu, 10 hari lamanya mereka ditampung Dinas Sosial setempat. Baru setelah itu dipulangkan Kementerian Tenaga Kerja ke NTB.
”Syukur kami dipulangkan, karena tidak pernah menyangka jadi seperti ini,” kata Firda dengan nada kesal. Ia juga satu kampung dengan Nurhayati dan Liha.
Perempuan yang sehari-hari bekerja menjadi penyanyi kampung itu menyesal ikut bujukan Jahrudin. Sebanyak Rp 2 juta lebih sudah uangnya habis selama perjalanan. Ternyata ia akan dikirim melalui jalur ilegal.
Beruntunglah pengiriman tenaga kerja ilegal ini digagalkan aparat kepolisian saat 36 warga Bima ini sedang menunggu kapal yang akan membawanya menuju Pontianak, Kalimantan Barat, dari Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang. Rencananya, dari Pontianak-lah mereka akan menempuh jalur darat menuju ke Serawak, Malaysia.
Seperti dikutip Lombok Post, Kamis (15/3) sore, 36 warga Bima itu tiba di Mataram setelah dipulangkan Kementerian Tenaga Kerja. Begitu tiba, mereka didata di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB. Satu per satu mereka turun dari bus yang membawa mereka. Di antara rombongan TKI itu, tiga orang adalah anak-anak. Dua di antaranya masih balita sehingga harus digendong.
Seperti Bela Rahmawati, 10 bulan, yang terus digendong ibunya bernama Liha, warga Desa Nggembe, Kecamatan Bolo, Bima. Menurut Liha, ia membawa anaknya untuk ke Malaysia karena tidak ada yang menjaga di rumah. Umar sang suami juga ikut bersamanya. Mereka sama-sama hendak menjadi TKI ke Malayasia Timur. Rencananya akan bekerja di kebun kelapa Sawit.
”Baru ini saya punya anak,” katanya seperti dikutip Lombok Post.
Ia mau jadi TKI karena di Malaysia sudah banyak warga Bima. Salah satu kakaknya yang sukses bekerja di Malaysia memintanya datang. Tapi apa daya, saat hendak nyeberang menggunakan kapal di Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang rombongan mereka dicegat karena tidak memiliki dokumen lengkap.
Nurhayati, warga Desa Nggembe Kecamatan Bolo lainnya juga membawa serta anaknya, Fani Aulia Zahara. Demi mencari penghidupan lebih layak, ia rela memutus pendidikan anaknya yang masih belajar di kelas nol besar TK. Ia membawa serta anaknya karena tidak ada yang urus di kampung. ”Saya sudah bercerai sama suami,” katanya.
Nurhayati menuturkan, mereka berasal dari satu kampung. Mereka sama-sama tertarik bekerja ke Malaysia karena melihat Jahrudin, TKI yang sukses setelah bekerja di Malaysia. Dari cerita manis Jahrudin mereka kemudian tertarik menjadi TKI, supaya bisa hidup berkecukupan seperti Jahrudin. ”Kami minta, kalau pergi lagi ajak kami dong,” tuturnya.
Jahrudin pun mengajak warga di kampungnya untuk sama-sama bekerja ke Malaysia. Mereka pun nurut apa saja yang dikatakan Jahrudin. Semua keperluan akan diurus olehnya. Termasuk membuat paspor. Masing-masing warga diminta uang Rp 1 juta hingga Rp 1,3 juta untuk membuat paspor di Bima. Semua disetor lewat Jahrudin. ”Dia bilang kami akan berangkat resmi,” ujar Nurhayati.
Jahrudin menjanjikan, mereka akan bekerja di kebun kepala sawit dengan gaji Rp 3 juta per bulan. Mereka akan tinggal di rumah khusus para pekerja. Sementara anaknya akan dirawat khusus oleh orang di sana, mereka tinggal kerja. ”Makanya saya bawa anak,” katanya.
Singkat cerita, berbekal paspor rombongan pun berangkat dari Bima tanggal 26 Februari menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Di pelabuhan mereka diinapkan selama dua malam menunggu kapal. Karena tidak ada kepastian, rombongan pun berpindah ke Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Di sana mereka menunggu kapal semalaman. Rencananya akan menuju ke Pontianak. Lalu dari sana akan ke Entikong, lalu ke Serawak, Malaysia.
Tanggal 4 Maret lalu, petugas Polsek Pelabuhan Tanjung Mas pun mengetahui mereka adalah calon TKI tetapi tidak memiliki dokumen lengkap. Akhirnya semua rombongan ditahan dan diserahkan ke Polda Jawa Tengah. Setelah itu, 10 hari lamanya mereka ditampung Dinas Sosial setempat. Baru setelah itu dipulangkan Kementerian Tenaga Kerja ke NTB.
”Syukur kami dipulangkan, karena tidak pernah menyangka jadi seperti ini,” kata Firda dengan nada kesal. Ia juga satu kampung dengan Nurhayati dan Liha.
Perempuan yang sehari-hari bekerja menjadi penyanyi kampung itu menyesal ikut bujukan Jahrudin. Sebanyak Rp 2 juta lebih sudah uangnya habis selama perjalanan. Ternyata ia akan dikirim melalui jalur ilegal.
Kepala Seksi Penempatan Tenaga Kerja, Disnakertrans Jawa Tengah Nur Hidayati yang mendampingi pemulangan para TKI itu menjelaskan, dari 37 orang yang diamankan, satu orang yakni Jahrudin kini masih ditahan Polda Jawa Tengah. Ia ditetapkan menjadi tersangka karena dia yang membawa para calon TKI itu.
”Sekarang masih ditahan untuk proses selanjutnya,” katanya.
Biaya pemulangan dari Jawa Tengah ke NTB ditanggung Kementerian Tenaga Kerja. Sebelumnya mereka juga diinapkan di Dinas Sosial Jawa Tengah.
Sementara itu, Kepala BP3TKI Mataram Joko Purwanto mengatakan, untuk pemulangan dari provinsi ke kabupaten pihaknya yang akan bertanggung jawab. ”Kita pastikan serah terima dengan keluarganya,” katanya.
Joko mengaku sangat miris dengan kondisi itu. Apalagi ada anak-anak yang ikut serta. Karena itu, ke depan adalah pihaknya akan mengintensifkan sosialiasi kepada calon TKI agar menggunakan jalur resmi.
”Kita akan memberikan informasi selengkapnya bagaimana cara bekerja ke luar negeri,” jelasnya.
Sementara Kepala Disnakertrans NTB H Wildan mengatakan, para calon TKI direkrut oleh seseorang yang juga sudah biasa bolak balik ke Malaysia. Mereka dibawa menggunakan bus malam dari Lombok ke Bali kemudian ke Surabaya. Dari Surabaya mereka terus dibawa menggunakan travel ke Jawa Tengah. ”Mereka direkrut oleh calo yang punya pengalaman, mereka hanya punya paspor tok,” katanya.
Wildan mengakui, upaya penyelundupan calon TKI non prosedural terus dilakukan oknum-oknum tertentu. Karena itu, ia mengingatkan seluruh warga, jika mau kerja di luar negeri jangan menggunakan agen tidak resmi. ”Kenapa mesti pakai orang yang tidak jelas?” tegasnya.
Di sisi lain, Dinas Tenaga Kerja akan terus berupaya menyosialisasikan terkait prosedur TKI resmi. Ia juga meminta pemerintah kabupaten/kota aktif melakukan sosialisasi. ”Peran kabupaten juga harus benar-benar intensif, mereka yang punya wilayah,” imbaunya.
Kantor Layanan Terpadu Satu Pintu saat ini sudah dibuka di Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Sumbawa, serta LTSP Provinsi NTB di Mataram. Sarana yang ada harus dimanfaatkan jika ingin kerja ke luar negeri. ”Pakai jalur resmi,” tandasnya mengingatkan. (*)
”Sekarang masih ditahan untuk proses selanjutnya,” katanya.
Biaya pemulangan dari Jawa Tengah ke NTB ditanggung Kementerian Tenaga Kerja. Sebelumnya mereka juga diinapkan di Dinas Sosial Jawa Tengah.
Sementara itu, Kepala BP3TKI Mataram Joko Purwanto mengatakan, untuk pemulangan dari provinsi ke kabupaten pihaknya yang akan bertanggung jawab. ”Kita pastikan serah terima dengan keluarganya,” katanya.
Joko mengaku sangat miris dengan kondisi itu. Apalagi ada anak-anak yang ikut serta. Karena itu, ke depan adalah pihaknya akan mengintensifkan sosialiasi kepada calon TKI agar menggunakan jalur resmi.
”Kita akan memberikan informasi selengkapnya bagaimana cara bekerja ke luar negeri,” jelasnya.
Sementara Kepala Disnakertrans NTB H Wildan mengatakan, para calon TKI direkrut oleh seseorang yang juga sudah biasa bolak balik ke Malaysia. Mereka dibawa menggunakan bus malam dari Lombok ke Bali kemudian ke Surabaya. Dari Surabaya mereka terus dibawa menggunakan travel ke Jawa Tengah. ”Mereka direkrut oleh calo yang punya pengalaman, mereka hanya punya paspor tok,” katanya.
Wildan mengakui, upaya penyelundupan calon TKI non prosedural terus dilakukan oknum-oknum tertentu. Karena itu, ia mengingatkan seluruh warga, jika mau kerja di luar negeri jangan menggunakan agen tidak resmi. ”Kenapa mesti pakai orang yang tidak jelas?” tegasnya.
Di sisi lain, Dinas Tenaga Kerja akan terus berupaya menyosialisasikan terkait prosedur TKI resmi. Ia juga meminta pemerintah kabupaten/kota aktif melakukan sosialisasi. ”Peran kabupaten juga harus benar-benar intensif, mereka yang punya wilayah,” imbaunya.
Kantor Layanan Terpadu Satu Pintu saat ini sudah dibuka di Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Sumbawa, serta LTSP Provinsi NTB di Mataram. Sarana yang ada harus dimanfaatkan jika ingin kerja ke luar negeri. ”Pakai jalur resmi,” tandasnya mengingatkan. (*)