Kita Menulis - Proyek pemasangan jaringan air bersih di PDAM Dompu terus didalami. Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB telah meminta keterangan sejumlah pejabat Pemkab Dompu, mantan Direktur Utama PDAM, hingga bendahara. Mereka dipanggil untuk diklarifikasi seputar proyek yang diduga fiktif.
Kejaksaan menyelidiki indikasi tindak pidana program dana hibah Ausaid untuk PDAM Dompu. Melalui Ausaid, digelontorkan anggaran sebesar Rp 2 miliar dalam bentuk dana hibah. Pemberian dana dimulai dari 2013 hingga 2016.
Dana itu digunakan untuk program pemasangan jaringan air bersih bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk satu sambungan mendapat anggaran sekitar Rp 3 juta. Praktiknya, PDAM Dompu menalangi sambungan tersebut dengan menggunakan dana penyertaan dari Pemkab Dompu.
Setelah sambungan terpasang, PDAM Dompu, melalui pemerintah daerah, akan mengklaim kepada Ausaid. Dalam klaimnya, PDAM akan menyertakan bukti pemasangan berupa rekening air dari nama penerima manfaat. Selanjutnya, Ausaid akan mengganti dana senilai yang telah dikeluarkan PDAM Dompu.
Dari laporan yang masuk ke Kejati akhir tahun lalu, awalnya program ini berjalan dengan baik. Tahun pertama, yakni di 2013-2014, PDAM Dompu melakukan tender untuk proyek sambungan rumah dari Ausaid.
Masalah muncul saat masuk tahun terakhir, yakni tahun 2015-2016. PDAM Dompu melakukan penunjukan langsung untuk menjalankan proyek tersebut. Dari data yang koran ini dapatkan, ada 7 perusahaan mengerjakan proyek ini bersama.
Ternyata, terdapat tiga perusahaan yang diduga tidak menjalankan pekerjaan dengan baik. Ratusan warga yang telah terdaftar sebagai penerima sumbangan, tidak mendapat bantuan. Jumlahnya mencapai 184 sambungan rumah yang tidak terpasang.
Padahal nama-nama mereka telah dilampirkan dan dikirim ke Ausaid untuk mengklaim dana pengganti. Uang pengganti itu, pun telah dibayarkan Ausaid. Nilainya sekitar Rp 552 juta.
Namun dugaan itu dibantah mantan Dirut PDAM Dompu Syamsul Huriah, yang menjabat saat proyek itu digulirkan. Menurutnya, tidak ada masalah dalam program tersebut. Semua ketentuan dan aturan main telah dilaksanakan sepenuhnya, baik oleh pemkab maupun PDAM Dompu.
”Tidak ada yang fiktif. Hampir semuanya sudah sesuai. Jaringan air bersihnya telah terpasang,” kata Syamsul dikutip dari harian Lombok Post.
Syamsul mengakui kalau masalah tersebut memang dilaporkan ke aparat penegak hukum. Dia juga mengakui telah dua kali memenuhi panggilan jaksa untuk diklarifikasi. Pemanggilan terakhir terjadi pada pekan lalu.
Dalam pemanggilan tersebut, Syamsul datang bersama Kepala BPKAD Muhibbudin serta Bendahara PDAM. Bukan hanya mereka, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan rekanan juga telah dipanggil.
”Saya waktu itu datang bersama Kepala BPKAD. Ada bendahara (PDAM) juga,” beber dia.
Selama proses klarifikasi di kejaksaan, Syamsul menerangkan seluruh proses dari program jaringan air bersih. Beberapa dokumen terkait proyek tersebut, juga sudah dia serahkan kepada jaksa.
”Dari proses awal saya jelaskan, bagaimana bisa mendapatkan sambungan air bersih, syaratnya seperti apa, sampai pelaksanaannya,” jelas Syamsul yang telah purna tugas dari PDAM Dompu ini.
PDAM yang mengusulkan masyarakat penerima bantuan. Dari nama-nama yang diusulkan, akan dilakukan pengecekan dan evaluasi. Setelah semuanya klir, mereka akan memasang jaringan air bersih di rumah warga penerima bantuan.
”Setelah terpasang, kita laporkan kembali. Selanjutnya baru diklaim,” ujar dia.
Dalam proses klaim itu, Pemkab Dompu bersama Dinas PU akan melakukan pengecekan. Mencocokkan data dengan kondisi di lapangan. Apakah sudah sesuai dengan laporan yang diberikan PDAM Dompu.
”Di cek kembali, dari PU. Karena ini kan kerja sama lembaga Australia melalui Kementerian PU,” kata Syamsul.
Selama proyek berjalan hingga tuntas di 2016, Syamsul mengklaim telah memasang sekitar 2.000 jaringan air bersih. Pemasangannya berada di wilayah kota dan Kecamatan Kilo. Namun, dia juga mengakui masih ada warga penerima bantuan yang jaringan air bersihnya belum terpasang.
”Ada sekitar 50 warga, tidak banyak. Itu juga bukan karena kita tidak mau pasang, tapi saat itu terkendala banjir, akhirnya tertunda,” tandas dia.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati NTB Dedi Irawan enggan mengomentari mengenai langkah klarifikasi jaksa terhadap kasus ini. ”Belum bisa kami komentari kalau itu,” kata dia seperti yang dikutip di Lombok Post. (*)
Kejaksaan menyelidiki indikasi tindak pidana program dana hibah Ausaid untuk PDAM Dompu. Melalui Ausaid, digelontorkan anggaran sebesar Rp 2 miliar dalam bentuk dana hibah. Pemberian dana dimulai dari 2013 hingga 2016.
Dana itu digunakan untuk program pemasangan jaringan air bersih bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Untuk satu sambungan mendapat anggaran sekitar Rp 3 juta. Praktiknya, PDAM Dompu menalangi sambungan tersebut dengan menggunakan dana penyertaan dari Pemkab Dompu.
Setelah sambungan terpasang, PDAM Dompu, melalui pemerintah daerah, akan mengklaim kepada Ausaid. Dalam klaimnya, PDAM akan menyertakan bukti pemasangan berupa rekening air dari nama penerima manfaat. Selanjutnya, Ausaid akan mengganti dana senilai yang telah dikeluarkan PDAM Dompu.
Dari laporan yang masuk ke Kejati akhir tahun lalu, awalnya program ini berjalan dengan baik. Tahun pertama, yakni di 2013-2014, PDAM Dompu melakukan tender untuk proyek sambungan rumah dari Ausaid.
Masalah muncul saat masuk tahun terakhir, yakni tahun 2015-2016. PDAM Dompu melakukan penunjukan langsung untuk menjalankan proyek tersebut. Dari data yang koran ini dapatkan, ada 7 perusahaan mengerjakan proyek ini bersama.
Ternyata, terdapat tiga perusahaan yang diduga tidak menjalankan pekerjaan dengan baik. Ratusan warga yang telah terdaftar sebagai penerima sumbangan, tidak mendapat bantuan. Jumlahnya mencapai 184 sambungan rumah yang tidak terpasang.
Padahal nama-nama mereka telah dilampirkan dan dikirim ke Ausaid untuk mengklaim dana pengganti. Uang pengganti itu, pun telah dibayarkan Ausaid. Nilainya sekitar Rp 552 juta.
Namun dugaan itu dibantah mantan Dirut PDAM Dompu Syamsul Huriah, yang menjabat saat proyek itu digulirkan. Menurutnya, tidak ada masalah dalam program tersebut. Semua ketentuan dan aturan main telah dilaksanakan sepenuhnya, baik oleh pemkab maupun PDAM Dompu.
”Tidak ada yang fiktif. Hampir semuanya sudah sesuai. Jaringan air bersihnya telah terpasang,” kata Syamsul dikutip dari harian Lombok Post.
Syamsul mengakui kalau masalah tersebut memang dilaporkan ke aparat penegak hukum. Dia juga mengakui telah dua kali memenuhi panggilan jaksa untuk diklarifikasi. Pemanggilan terakhir terjadi pada pekan lalu.
Dalam pemanggilan tersebut, Syamsul datang bersama Kepala BPKAD Muhibbudin serta Bendahara PDAM. Bukan hanya mereka, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan rekanan juga telah dipanggil.
”Saya waktu itu datang bersama Kepala BPKAD. Ada bendahara (PDAM) juga,” beber dia.
Selama proses klarifikasi di kejaksaan, Syamsul menerangkan seluruh proses dari program jaringan air bersih. Beberapa dokumen terkait proyek tersebut, juga sudah dia serahkan kepada jaksa.
”Dari proses awal saya jelaskan, bagaimana bisa mendapatkan sambungan air bersih, syaratnya seperti apa, sampai pelaksanaannya,” jelas Syamsul yang telah purna tugas dari PDAM Dompu ini.
PDAM yang mengusulkan masyarakat penerima bantuan. Dari nama-nama yang diusulkan, akan dilakukan pengecekan dan evaluasi. Setelah semuanya klir, mereka akan memasang jaringan air bersih di rumah warga penerima bantuan.
”Setelah terpasang, kita laporkan kembali. Selanjutnya baru diklaim,” ujar dia.
Dalam proses klaim itu, Pemkab Dompu bersama Dinas PU akan melakukan pengecekan. Mencocokkan data dengan kondisi di lapangan. Apakah sudah sesuai dengan laporan yang diberikan PDAM Dompu.
”Di cek kembali, dari PU. Karena ini kan kerja sama lembaga Australia melalui Kementerian PU,” kata Syamsul.
Selama proyek berjalan hingga tuntas di 2016, Syamsul mengklaim telah memasang sekitar 2.000 jaringan air bersih. Pemasangannya berada di wilayah kota dan Kecamatan Kilo. Namun, dia juga mengakui masih ada warga penerima bantuan yang jaringan air bersihnya belum terpasang.
”Ada sekitar 50 warga, tidak banyak. Itu juga bukan karena kita tidak mau pasang, tapi saat itu terkendala banjir, akhirnya tertunda,” tandas dia.
Sementara itu, Kasi Penkum Kejati NTB Dedi Irawan enggan mengomentari mengenai langkah klarifikasi jaksa terhadap kasus ini. ”Belum bisa kami komentari kalau itu,” kata dia seperti yang dikutip di Lombok Post. (*)