Kapolda NTB Brigjen Pol Firli |
Kapolda NTB Brigadir Jenderal Pol Firli punya rekam jejak ’’menyeramkan” ketika menangani tindak pidana korupsi. Dia yang dicalonkan menjadi Deputi Penindakan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ternyata penyidik terbaik Polri. Bayangkan saja, dia pernah mengungkapkan kasus mafia pajak dengan tersangka Gayus Tambunan. Kini, di bawah kendalinya, Polda NTB sedang menyelesaikan kasus dugaan korupsi perekrutan CPNS K2 Dompu dengan tersangka Bupati Dompu H Bambang Yasin (HBY).
Mengulas mundur rekam jejaknya, tepatnya tujuh tahun lalu, pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS) Kota Salatiga, Jawa Tengah Rp 49,21 miliar berakhir di pengadilan. Seperti dikutip Lombok Post, kala itu, Firli menjabat Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jateng dan berpangkat Komisaris Besar (Kombes) Polisi. Firli lah yang bergerak cepat mengusut kasus tersebut.
Beberapa bulan penyidikan, Firli berhasil membongkar korupsi kelas kakap ini. Bukan main-main. Ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyidikan. Antara lain, istri Wali Kota Salatiga Yuliyanto saat ini, sekaligus pemenang proyek yakni Titik Kirnaningsih, Kepala Dinas PU Saryono saat itu, dan mantan Wali Kota ketika proyek ini digulirkan, John Manoppo. Di pengadilan, akibat perbuatan korupsi ketiganya, negara dirugikan hingga Rp 12,23 miliar.
Selama menjabat Dirreskrimsus Polda Jateng, Firli menangani 33 kasus. Selain membongkar korupsi di pembangunan JLS Kota Salatiga, lulusan AKABRI tahun 1990 ini mengungkap korupsi APBD Rembang senilai Rp 4,1 miliar dengan tersangka Bupati Rembang Mohammad Salim.
Dia juga menangani kasus korupsi beasiswa di Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo senilai Rp 3,5 miliar. Tersangkanya saat itu adalah Djoko Raino Sigit, yang merupakan Kepala Dinas Pendidikan.
Tidak saja menyasar bupati dan wali kota. Ketika menjadi Dirreskrimsus, Firli menuntaskan perkara korupsi dana operasional di Polres Tegal. Yang menjadi tersangka dalam perkara ini adalah Kapolres Tegal saat itu, AKBP Agustin Hardiyanto.
Bidang perbankan tak luput dari garapan mantan ajudan Wapres Boediono ini. Firli membongkar pembobolan Bank Central Asia (BCA) Cabang Jalan Pemuda, Semarang. Ada empat orang yang menjadi tersangka, yakni Dani Purwantoro, Iswan Zaenal, Marzoeki Tri Priono, dan Bambang Wisnu. Keempatnya membuat BCA rugi hingga Rp 4 miliar.
Moncernya kinerja pria kelahiran Prabumulih, Sumatera Selatan tersebut dalam penanganan kasus korupsi, juga telah dimulai ketika dia menjadi penyidik di Mabes Polri. Kala itu, Firli masih berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), turut berperan membongkar kasus mafia pajak. Salah satu tersangkanya adalah Gayus Tambunan.
Firli harus menempuh perjalanan panjang sebelum namanya diusulkan menjadi Deputi Penindakan. Karir kepolisiannya dimulai dari 1990 setelah lulus dari AKABRI dan bertugas di Polda Metro Jaya.
Beberapa jabatan penting dia emban selama bertugas. Sempat menjadi kapolres di wilayah Polda Jateng, yakni Kebumen dan Brebes, tahun 2006 hingga 2009, Firli kemudian bertugas sebagai Asisten Sespri Presiden di 2010.
Karirnya semakin moncer saat dilantik sebagai Dirreskrimsus Polda Jateng di 2011. Setelah itu, Firli melanjutkan karirnya sebagai Ajudan Wapres Boediono di tahun 2012. Dari sana, jenderal bintang satu ini kemudian menjabat sebagai Wakapolda Banten dan Jateng, sebelum diangkat sebagai Kapolda NTB hingga sekarang.
Menurut Firli, apa yang dia capai saat ini tidak dilalui dengan mudah. Beberapa hambatan dan rintangan telah dilalui hingga bisa menjadi Kapolda NTB dan calon Deputi Penindakan.
”Saya pun belum mengetahui akan ke mana. Tetapi, memang benar kalau ada seleksi untuk jabatan Deputi Penindakan, dan tesnya sudah saya ikuti,” kata Firli.
Sebagai peserta seleksi, Firli mengaku berupaya keras untuk memperoleh hasil optimal. Materi seleksi berupa tes kompetensi pribadi, akademi, hingga kesehatan dilalui dengan mulus. Tes yang dilalui juga tidak mudah.
Pria yang telah lulus pendidikan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) ini menjelaskan, ketika tes, setiap peserta seleksi diberikan laptop kosong. Dalam artian, mereka disuruh bekerja tanpa sambungan internet.
”Disuruh buat tulisan, visi misi apa yang kita lakukan kalau menjadi Deputi Penindakan. Waktunya satu jam, tanpa sambungan internet,” jelas dia.
Disinggung mengenai apa isi tulisannya, Firli mengaku hal tersebut tidak bisa dibeberkan. Bersifat rahasia. Dirinya sendiri bahkan tidak diperbolehkan untuk menyalin tulisan ke flashdisk miliknya.
”Pas saya mau copy, tidak dikasih. Karena memang tugas kita sebagai peserta, hanya disuruh membuat tulisan,” terang Firli.
Setelah proses seleksi tersebut, nama Brigjen Pol Firli disebut berpeluang besar untuk menggantikan posisi Irjen Heru Winarko. Apalagi Firli merupakan ahli reserse yang lulus setelah digembleng di Biro Penyelidik Investigasi Federal Amerika (FBI), ahli investigasi, mahir penanganan kasus pencucian uang, dan pemberantasan korupsi.
Rekam jejaknya untuk penanganan korupsi juga cukup moncer. Terutama ketika dia menjabat sebagai Dirreskrimsus Polda Jateng dan penyidik Bareskrim Mabes Polri.
Meski namanya disebut berpeluang besar mengisi jabatan Deputi Penindakan, Firli tetap merendah. Menurut dia, keputusan ada di tangan KPK. Dirinya hanya bisa ikhtiar dengan maksimal dalam setiap tahapan seleksi.
”Kalau peluang ya pasti ada. Karena saya mengikuti seleksi. Yang tidak ada peluang, kalau saya tidak ikut seleksi ini,” katanya lantas tertawa renyah.
Firli melanjutkan, dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada KPK. Terkait siapa calon terbaik untuk mengisi posisi Deputi Penindakan.
”Belum ada pemberitahuan mengenai hasilnya. Itu kita serahkan saja kepada KPK. Tugas saya hanya mengikuti tahapan seleksi dengan maksimal,” pungkas Firli. (*)
Mengulas mundur rekam jejaknya, tepatnya tujuh tahun lalu, pembangunan Jalan Lingkar Selatan (JLS) Kota Salatiga, Jawa Tengah Rp 49,21 miliar berakhir di pengadilan. Seperti dikutip Lombok Post, kala itu, Firli menjabat Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jateng dan berpangkat Komisaris Besar (Kombes) Polisi. Firli lah yang bergerak cepat mengusut kasus tersebut.
Beberapa bulan penyidikan, Firli berhasil membongkar korupsi kelas kakap ini. Bukan main-main. Ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyidikan. Antara lain, istri Wali Kota Salatiga Yuliyanto saat ini, sekaligus pemenang proyek yakni Titik Kirnaningsih, Kepala Dinas PU Saryono saat itu, dan mantan Wali Kota ketika proyek ini digulirkan, John Manoppo. Di pengadilan, akibat perbuatan korupsi ketiganya, negara dirugikan hingga Rp 12,23 miliar.
Selama menjabat Dirreskrimsus Polda Jateng, Firli menangani 33 kasus. Selain membongkar korupsi di pembangunan JLS Kota Salatiga, lulusan AKABRI tahun 1990 ini mengungkap korupsi APBD Rembang senilai Rp 4,1 miliar dengan tersangka Bupati Rembang Mohammad Salim.
Dia juga menangani kasus korupsi beasiswa di Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo senilai Rp 3,5 miliar. Tersangkanya saat itu adalah Djoko Raino Sigit, yang merupakan Kepala Dinas Pendidikan.
Tidak saja menyasar bupati dan wali kota. Ketika menjadi Dirreskrimsus, Firli menuntaskan perkara korupsi dana operasional di Polres Tegal. Yang menjadi tersangka dalam perkara ini adalah Kapolres Tegal saat itu, AKBP Agustin Hardiyanto.
Bidang perbankan tak luput dari garapan mantan ajudan Wapres Boediono ini. Firli membongkar pembobolan Bank Central Asia (BCA) Cabang Jalan Pemuda, Semarang. Ada empat orang yang menjadi tersangka, yakni Dani Purwantoro, Iswan Zaenal, Marzoeki Tri Priono, dan Bambang Wisnu. Keempatnya membuat BCA rugi hingga Rp 4 miliar.
Moncernya kinerja pria kelahiran Prabumulih, Sumatera Selatan tersebut dalam penanganan kasus korupsi, juga telah dimulai ketika dia menjadi penyidik di Mabes Polri. Kala itu, Firli masih berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP), turut berperan membongkar kasus mafia pajak. Salah satu tersangkanya adalah Gayus Tambunan.
Firli harus menempuh perjalanan panjang sebelum namanya diusulkan menjadi Deputi Penindakan. Karir kepolisiannya dimulai dari 1990 setelah lulus dari AKABRI dan bertugas di Polda Metro Jaya.
Beberapa jabatan penting dia emban selama bertugas. Sempat menjadi kapolres di wilayah Polda Jateng, yakni Kebumen dan Brebes, tahun 2006 hingga 2009, Firli kemudian bertugas sebagai Asisten Sespri Presiden di 2010.
Karirnya semakin moncer saat dilantik sebagai Dirreskrimsus Polda Jateng di 2011. Setelah itu, Firli melanjutkan karirnya sebagai Ajudan Wapres Boediono di tahun 2012. Dari sana, jenderal bintang satu ini kemudian menjabat sebagai Wakapolda Banten dan Jateng, sebelum diangkat sebagai Kapolda NTB hingga sekarang.
Menurut Firli, apa yang dia capai saat ini tidak dilalui dengan mudah. Beberapa hambatan dan rintangan telah dilalui hingga bisa menjadi Kapolda NTB dan calon Deputi Penindakan.
”Saya pun belum mengetahui akan ke mana. Tetapi, memang benar kalau ada seleksi untuk jabatan Deputi Penindakan, dan tesnya sudah saya ikuti,” kata Firli.
Sebagai peserta seleksi, Firli mengaku berupaya keras untuk memperoleh hasil optimal. Materi seleksi berupa tes kompetensi pribadi, akademi, hingga kesehatan dilalui dengan mulus. Tes yang dilalui juga tidak mudah.
Pria yang telah lulus pendidikan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) ini menjelaskan, ketika tes, setiap peserta seleksi diberikan laptop kosong. Dalam artian, mereka disuruh bekerja tanpa sambungan internet.
”Disuruh buat tulisan, visi misi apa yang kita lakukan kalau menjadi Deputi Penindakan. Waktunya satu jam, tanpa sambungan internet,” jelas dia.
Disinggung mengenai apa isi tulisannya, Firli mengaku hal tersebut tidak bisa dibeberkan. Bersifat rahasia. Dirinya sendiri bahkan tidak diperbolehkan untuk menyalin tulisan ke flashdisk miliknya.
”Pas saya mau copy, tidak dikasih. Karena memang tugas kita sebagai peserta, hanya disuruh membuat tulisan,” terang Firli.
Setelah proses seleksi tersebut, nama Brigjen Pol Firli disebut berpeluang besar untuk menggantikan posisi Irjen Heru Winarko. Apalagi Firli merupakan ahli reserse yang lulus setelah digembleng di Biro Penyelidik Investigasi Federal Amerika (FBI), ahli investigasi, mahir penanganan kasus pencucian uang, dan pemberantasan korupsi.
Rekam jejaknya untuk penanganan korupsi juga cukup moncer. Terutama ketika dia menjabat sebagai Dirreskrimsus Polda Jateng dan penyidik Bareskrim Mabes Polri.
Meski namanya disebut berpeluang besar mengisi jabatan Deputi Penindakan, Firli tetap merendah. Menurut dia, keputusan ada di tangan KPK. Dirinya hanya bisa ikhtiar dengan maksimal dalam setiap tahapan seleksi.
”Kalau peluang ya pasti ada. Karena saya mengikuti seleksi. Yang tidak ada peluang, kalau saya tidak ikut seleksi ini,” katanya lantas tertawa renyah.
Firli melanjutkan, dirinya menyerahkan sepenuhnya kepada KPK. Terkait siapa calon terbaik untuk mengisi posisi Deputi Penindakan.
”Belum ada pemberitahuan mengenai hasilnya. Itu kita serahkan saja kepada KPK. Tugas saya hanya mengikuti tahapan seleksi dengan maksimal,” pungkas Firli. (*)