Polda NTB harus menunda atau ’’meliburkan’’ penanganan kasus yang diduga melibatkan calon kepala daerah. Seperti halnya penanganan kasus fiberglas yang disinyalir melibatkan oknum calon kepala daerah di Kota Bima.
Penundaan itu bukan karena ada intervensi. Tapi itu semata-mata untuk menjaga kedamaian selama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Polisi khawatir kasus yang ditanganinya dimanfaatkan menjadi bahan kampanye hitam.
’’Kasus yang berkaitan dengan para calon kepala daerah kami tunda sementara,’’ kata Kapolda NTB Brigjen Pol Firli.
Penundaan itu, menurut Firli, semata-mata untuk menjaga suasana Pilkada yang damai. Apalagi, Kapolri sudah mengimbau kepada seluruh jajarannya untuk menunda sementara penanganan kasus yang memiliki hubungan dengan para calon.
’’Bukan berarti kasus ini tidak berlanjut. Kalau sudah selesai Pilkada, kasus itu kami lanjutkan lagi,’’ tegasnya.
Dalam kasus fiberglas itu, polisi telah memeriksa salah satu calon kepala daerah dengan inisial FA. Namun kapasitasnya hanya sebagai saksi. Mantan Ketua DPRD Bima itu dianggap mengetahui pengadaan dua unit sampan fiberglas warna kombinasi kuning dan putih susu itu.
Meski statusnya bukan tersangka, polisi khawatir kasus tersebut menjadi jualan untuk menyudutkan salah satu pasangan. Karena itu, jenderal bintang satu ini, memerintahkan kepada penyidik untuk menunda sementara penanganan kasus fiberglas.
Tidak hanya kasus fiberglas, sambung calon Deputi Penindakan KPK itu, kasus yang melibatkan para calon di daerah lain di NTB juga ditunda. ’’Semua kasus yang ada indikasi mengarahkan kepada para calon, kami tunda untuk sementara waktu,’’ tegas dia lagi.
Sedikit diulas, FA sebelumnya telah memenuhi panggilan penyidik Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB pada Kamis, 21 Desember 2017. Kala itu, dia diperiksa dari pukul 14.00 Wita hingga pukul 17.00 Wita. “Tanya ke penyidik,” kata dia singkat sambil berlalu memasuki mobil. Yang bersangkutan menjalani pemeriksaan untuk kedua kalinya sejak kasus itu diambil alih Polda NTB dari Polres Bima Kota.
Dalam kasus itu, Taufik Rusdi selaku PPK proyek senilai Rp 1 miliar sudah menyandang status tersangka. Saat proyek bergulir, dia masih berdinas di Dinas PU Kabupaten Bima. Berdasarkan hasil temuan BPKP, kerugian negara akibat pengadaan sampan fiberglas itu Rp 159,8 juta.(*)
Penundaan itu bukan karena ada intervensi. Tapi itu semata-mata untuk menjaga kedamaian selama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Polisi khawatir kasus yang ditanganinya dimanfaatkan menjadi bahan kampanye hitam.
’’Kasus yang berkaitan dengan para calon kepala daerah kami tunda sementara,’’ kata Kapolda NTB Brigjen Pol Firli.
Penundaan itu, menurut Firli, semata-mata untuk menjaga suasana Pilkada yang damai. Apalagi, Kapolri sudah mengimbau kepada seluruh jajarannya untuk menunda sementara penanganan kasus yang memiliki hubungan dengan para calon.
’’Bukan berarti kasus ini tidak berlanjut. Kalau sudah selesai Pilkada, kasus itu kami lanjutkan lagi,’’ tegasnya.
Dalam kasus fiberglas itu, polisi telah memeriksa salah satu calon kepala daerah dengan inisial FA. Namun kapasitasnya hanya sebagai saksi. Mantan Ketua DPRD Bima itu dianggap mengetahui pengadaan dua unit sampan fiberglas warna kombinasi kuning dan putih susu itu.
Meski statusnya bukan tersangka, polisi khawatir kasus tersebut menjadi jualan untuk menyudutkan salah satu pasangan. Karena itu, jenderal bintang satu ini, memerintahkan kepada penyidik untuk menunda sementara penanganan kasus fiberglas.
Tidak hanya kasus fiberglas, sambung calon Deputi Penindakan KPK itu, kasus yang melibatkan para calon di daerah lain di NTB juga ditunda. ’’Semua kasus yang ada indikasi mengarahkan kepada para calon, kami tunda untuk sementara waktu,’’ tegas dia lagi.
Sedikit diulas, FA sebelumnya telah memenuhi panggilan penyidik Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB pada Kamis, 21 Desember 2017. Kala itu, dia diperiksa dari pukul 14.00 Wita hingga pukul 17.00 Wita. “Tanya ke penyidik,” kata dia singkat sambil berlalu memasuki mobil. Yang bersangkutan menjalani pemeriksaan untuk kedua kalinya sejak kasus itu diambil alih Polda NTB dari Polres Bima Kota.
Dalam kasus itu, Taufik Rusdi selaku PPK proyek senilai Rp 1 miliar sudah menyandang status tersangka. Saat proyek bergulir, dia masih berdinas di Dinas PU Kabupaten Bima. Berdasarkan hasil temuan BPKP, kerugian negara akibat pengadaan sampan fiberglas itu Rp 159,8 juta.(*)